Bukit Moko
Kontur yang berbukit-bukit membuat Bandung memiliki banyak tempat menarik untuk menikmati pemandangan lampu kota saat malam hari. Salah
satunya adalah Bukit Moko. Tempat ini dianggap sebagai salah satu tempat
romantis di Bandung, makanya tak heran jika di Moko banyak dijumpai muda-mudi
yang sedang pacaran.
Bukit Moko terletak di ketinggian 1500 mdpl dan merupakan
titik tertinggi di Bandung. Puncak tertinggi di Moko disebut Puncak Bintang.
Pengunjung cukup membayar tiket Rp. 8 ribu untuk menikmati pemandangan dari
Puncak Bintang.
Sabtu, 21 Februari
2015 pukul 19:00 WIB
Setelah sholat
maghrib di Masjid Daarut Tauhid, kami mendengarkan ceramah yang
disampaikan langsung oleh K.H. Abdullah Gymnastyar (Aa’ Gym). Aku merasakan
suasana senja itu sangat syahdu. Mulai dari bacaan imam sholat yang mampu
menguras air mata, sampai wejangan Aa’ Gym yang menusuk jauh ke dalam jiwa.
Damai sekali rasanya. Ternyata benar, saat pikiran dikosongkan dan hanya
tertaut pada-Nya, semua terasa lapang, mudah, dan tenang. Maha Suci Allah.
Tanpa membuang waktu, setelah ceramah usai kami langsung bergegas
menuju Bukit Moko. Tapi, Afri yang penasaran sekali dengan rasa Bebek Borromeus,
meminta untuk makan malam terlebih dahulu di warung tenda yang berlokasi di
samping RS Santo Borromeus itu. Tapi sayang, Bebek Borromeus tidak buka malam
itu. Menurut informasi pedagang lain, warung tenda itu mengalami musibah
kebakaran pada sore harinya. “Apes deh, emang gue belom ditakdirin makan nih
bebek,” kata Afri dongkol. Kami hanya cekikikan menahan tawa.
Kami langsung tancap gas menuju Bukit Moko. Karena lelah sekali,
sepanjang perjalanan aku tidur. Sekitar pukul 21:00 WIB, akhirnya kami sampai
di lokasi. Udara cukup dingin malam itu. Cuaca juga agak berkabut, sehingga
pemandangan lampu kota tidak seterang di foto-foto yang biasa kulihat.
Pemandangan Kota Bandung dari Puncak Bintang |
Sejenak kami menikmati suasana malam Bandung yang syahdu. Sepi,
udara dingin, dan kerlip lampu kota mampu membuat hati dan pikiran tentram.
Romantis sekali.
Bahagia itu memang sederhana
Bukan kemana kita melangkah,
tapi bersama siapa kita melewatinya
Bahagia itu memang sederhana
Bukan kemana kita melangkah,
tapi bersama siapa kita melewatinya
Kiri ke kanan: Fajri (penulis), Tia, Reza, Sigit, Afri, Iis dan Adit |
Sekitar pukul 22:00 WIB, kami kembali turun ke parkiran.
Sudah malam, kami harus segera kembali ke penginapan karena esok pagi
petualangan lain sudah menanti. Terimakasih Bandung, untuk malam indahmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar